Hukum Zakat Harta Karun dan Barang Tambang
Dewasa ini telah banyak usaha-usaha tambang yang digeluti baik perorangan maupun berupa perusahaan yang cukup besar. Dikarenakan tambang merupakan salah satu sumber alam yang Alloh berikan yang berasal dari bumi, apakah keuntungannya wajib dizakati? Berikut salah satu pembahasan tentang Hukum Zakat Harta Karun dan Barang Tambang yang dibahas secara cukup lengkap dalam sebuah situs yang in sya Alloh terpercaya sebagai berikut. Sumber Artikel disertakan di bawah artikel ini. Terimaksaih.
Hukum Zakat Harta Karun dan Barang Tambang
"Saat ini kita akan kembali melanjutkan pembahasan zakat. Tema zakat kali ini adalah zakat rikaz (harta karun) dan zakat ma’dan
(pada barang tambang). Berapa besaran zakatnya, besar nishob dan
berlakukah haul dalam zakat ini, nanti akan diulas secara sederhana
dalam tulisan kali ini. Juga akan disinggung mengenai zakat pada hasil
undian. Karena sebagian orang mewajibkannya dan menganalogikan dengan
zakat harta karun.
Rikaz secara bahasa berarti sesuatu yang terpendam di dalam bumi berupa barang tambang atau harta.
Secara syar’i, rikaz berarti harta zaman jahiliyah berasal
dari non muslim yang terpendam yang diambil dengan tidak disengaja tanpa
bersusah diri untuk menggali, baik yang terpendam berupa emas, perak
atau harta lainnya.
Sedangkan ma’dan berarti menetap atau diam.
Sedangkan secara syar’i yang dimaksud ma’dan adalah segala sesuatu yang berasal dari dalam bumi dan mempunyai nilai berharga. Ma’dan
atau barang tambang di sini bisa jadi berupa padatan seperti emas,
perak, besi, tembaga, timbal atau berupa zat cair seperti minyak bumi
dan aspal.[1]
Demikian jumhur (mayoritas) ulama membedakan antara rikaz dan ma’dan, berbeda dengan ulama Hanafiyah. Sebagaimana dalam hadits dibedakan antara rikaz dan ma’dan,
وَالْمَعْدِنُ جُبَارٌ ، وَفِى الرِّكَازِ الْخُمُسُ
“Barang tambang (ma’dan) adalah harta yang terbuang-buang dan harta karun (rikaz) dizakati sebesar 1/5 (20%).”[2]
Dalil wajibnya zakat rikaz dan ma’dan
Firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang
Kami keluarkan dari bumi untuk kamu” (QS. Al Baqarah: 267).
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالْمَعْدِنُ جُبَارٌ ، وَفِى الرِّكَازِ الْخُمُسُ
“Barang tambang (ma’dan) adalah harta yang terbuang-buang dan harta karun (rikaz) dizakati sebesar 1/5 (20%).”[3]
Membedakan harta yang ditemukan di dalam bumi[4]
Harta yang ditemukan dalam bumi dapat dibagi menjadi menjadi tiga:
1. Harta yang memiliki tanda-tanda kaum kafir (non muslim) dan harta
tersebut terbukti berasal masa jahiliyah (sebelum Islam) disebut rikaz.
2. Harta yang tidak memiliki tanda-tanda yang kembali ke masa jahiliyah, maka dapat dibagi dua:
a. Jika ditemukan di tanah bertuan atau jalan bertuan disebut luqothoh (barang temuan).
b. Jika ditemukan di tanah tidak bertuan atau jalan tidak bertuan disebut kanzun (harta terpendam).
3. Harta yang berasal dari dalam bumi disebut ma’dan (barang tambang).
Macam-macam harta di atas memiliki hukum masing-masing.
Apa yang dilakukan terhadap barang temuan yang terpendam?[5]
Harta terpendam tidak terlepas dari lima keadaan, yaitu:
1. Ditemukan di tanah tak bertuan
Seperti ini menjadi milik orang yang menemukan. Nantinya ia akan
mengeluarkan zakat sebesar 20% dan sisa 80% jadi miliknya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan mengenai seseorang yang menemukan harta terpendam,
إن
كنت وجدته في قرية مسكونة ، أو في سبيل ميتاء ، فعرفه ، وإن كنت وجدته في
خربة جاهلية ، أو في قرية غير مسكونة ، أو غير سبيل ميتاء ، ففيه وفي
الركاز الخمس
“Jika engkau menemukan harta terpendam tadi di negeri berpenduduk
atau di jalan bertuan, maka umumkanlah (layaknya luqothoh atau barang
temuan, pen). Sedankan jika engkau menemukannya di tanah yang
menunjukkan harta tersebut berasal dari masa jahiliyah (sebelum Islam)
atau ditemukan di tempat yang tidak ditinggali manusia (tanah tak
bertuan) atau di jalan tak bertuan, maka ada kewajiban zakat rikaz
sebesar 20%.”[6]
2. Ditemukan di jalan atau negeri yang berpenduduk
Seperti ini diperintahkan untuk mengumumkannya sebagaimana barang temuan (luqothoh).
Jika datang pemiliknya, maka itu jadi miliknya. Jika tidak, maka
menjadi milik orang yang menemukan sebagaimana disebutkan dalam hadits
sebelumnya.
3. Ditemukan di tanah milik orang lain
Ada tiga pendapat dalam masalah ini:
a. Tetap jadi milik si pemilik tanah. Demikian pendapat Abu Hanifah,
Muhammad bin Al Hasan, qiyas dari perkataan Imam Malik, dan salah satu
pendapat dari Imam Ahmad.
b. Menjadi milik orang yang menemukan. Inilah pendapat yang lain dari
Imam Ahmad dan Abu Yusuf. Mereka berkata bahwa yang namanya harta
terpendam bukanlah jadi milik si empunya tanah, namun menjadi milik
siapa saja yang menemukan.
c. Dibedakan, yaitu jika pemilik tanah mengenai harta tersebut, maka
itu jadi miliknya. Jika si pemilik tanah di mengenalnya, harta tersebut
menjadi milik si pemilik tanah pertama kali. Demikian dalam madzhab
Syafi’i.
4. Ditemukan di tanah yang telah berpindah kepemilikan dengan jalan jual beli atau semacamnya
Ada dua pendapat dalam masalah ini:
a. Harta seperti ini menjadi milik yang menemukan di tanah miliknya
saat ini. Demikian pendapat Malik, Abu Hanifah dan pendapat yang masyhur
dari Imam Ahmad selama pemilik pertama tanah tersebut tidak
mengklaimnya.
b. Harta tersebut menjadi milik pemilik tanah sebelumnya jika ia
mengenal harta tersebut. Jika tidak dikenal, maka menjadi pemilik tanah
sebelumnya lagi, dan begitu seterusnya. Jika tidak di antara pemilik
tanah sebelumnya yang mengenalnya, maka perlakuannya seperti luqothoh (barang temuan).
5. Jika ditemukan di negeri kafir harbi (orang kafir yang boleh diperangi)
Jika ditemukan dengan cara orang kafir dikalahkan (dalam perang), maka status harta yang terpendam tadi menjadi ghonimah (harta rampasan perang).
Jika harta tersebut mampu dikuasai dengan sendirinya tanpa pertolongan seorang pun, maka ada dua pendapat:
a. Harta tersebut menjadi milik orang yang menemukan. Demikian
pendapat dalam madzhab Ahmad, mereka qiyaskan dengan harta yang
ditemukan di tanah tak bertuan.
b. Jika harta tersebut dikenal oleh orang yang memiliki tanah
tersebut yaitu orang kafir harbi dan ia ngotot mempertahankannya, maka
status harta tersebut adalah ghonimah. Jika tidak dikenal dan tidak ngotot dipertahankan, maka statusnya seperti rikaz (harta karun). Demikian pendapat Malik, Abu Hanifah dan Syafi’i, masing-masing mereka memiliki rincian dalam masalah ini.
Nishob dan haul dalam zakat rikaz
Tidak dipersyaratkan nishob dan haul dalam zakat rikaz. Sudah ada
kewajiban zakat ketika harta tersebut ditemukan. Besar zakatnya adalah
20% atau 1/5. Demikian makna tekstual dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وَفِى الرِّكَازِ الْخُمُسُ
Di mana disalurkan zakat rikaz?
Para ulama berselisih pendapat dalam hal ini. Pendapat pertama
menyatakan bahwa rikaz disalurkan pada orang yang berhak menerima zakat.
Demikian pendapat Imam Syafi’i dan Imam Ahmad. Dan Imam Ahmad berkata, “Jika hanya diberikan rikaz tersebut kepada orang miskin, maka sah.”
Pendapat kedua menyatakan bahwa rikaz disalurkan untuk orang yang
berhak menerima fai’ (harta milik kaum muslimin yang diperoleh dari
orang kafir tanpa melakukan peperangan).
Kedua pendapat ini berasal dari dalil yang lemah. Oleh karena itu
yang tepat dalam masalah ini adalah dikembalikan kepada keputusan
penguasa. Demikian pendapat Abu ‘Ubaid dalam Al Amwal.[9]
Zakat Barang Tambang
Apakah barang tambang termasuk dalam zakat rikaz? Masalah ini terdapat dua pendapat:
Pertama: Barang tambang yang terkena kewajiban adalah seluruh barang
tambang baik emas, perak, tembaga, besi, timbal, minyak bumi. Barang
tambang ini termasuk rikaz yang terkena kewajiban untuk dikeluarkan
sebagian darinya dan masih diperselisihkan berapa persen yang
dikeluarkan. Intinya, ada kewajiban untuk dikeluarkan dari barang
tambang berdasarkan
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang
Kami keluarkan dari bumi untuk kamu” (QS. Al Baqarah: 267). Demikian pendapat jumhur ulama yang mewajibkan zakat pada seluruh barang tambang.
Kedua: Barang tambang yang terkena kewajiban hanyalah emas dan perak.
Demikian salah satu pendapat Imam Malik dan Imam Syafi’i dalam
pendapatnya yang kedua. Alasan ulama Syafi’iyah sebagaimana dikemukakan
oleh An Nawawi, “Dalil kami adalah karena tidak adanya dalil yang
menunjukkan wajibnya. Sedangkan untuk barang tambang emas dan perak ada
kewajiban zakat sebagaimana ada ijma’ (kata sepakat ulama) dalam hal ini. Oleh karena itu tidak ada kewajiban zakat pada barang tambang lainnya.”[10]
Pendapat terakhir ini lebih dicenderungi. Jika pendapat ini yang
dipilih, maka barang tambang baru dikenai zakat setelah mencapai nishob
emas dan perak.
Waktu dan Kadar wajib zakat barang tambang
Jumhur ulama berpendapat bahwa kewajiban zakat barang tambang adalah
1/40 atau 2,5%. Hal ini diqiyaskan dengan emas dan perak. Untuk emas,
sebesar 20 dinar atau 85 gram emas murni. Untuk perak, sebesar 20 dirham
atau 595 gram perak murni. Dan zakat tersebut dikeluarkan ketika
ditemukan (saat itu juga) dan tidak ada hitungan haul.[11]
Adakah zakat hasil undian?
Sebagian orang menetapkan bahwa zakat undian atau “rezeki nomplok”
sama dengan zakat rikaz yaitu dikeluarkan 20%. Ini jelas keliru karena
mewajibkan sesuatu yang tidak wajib.
Zakat rikaz sebagaimana diterangkan di atas adalah bagi harta zaman
jahiliyah (non muslim) yang terpendam dan ditemukan. Hasil undian tentu
tidak demikian. Adapun harta temuan yang itu menjadi milik masyarakat
muslim atau sejarahnya kembali ke zaman Islam, maka tidak disebut rikaz,
akan tetapi masuk luqothoh (barang temuan). Dan dalam kitab-kitab fiqih
di setiap mazhab telah dibedakan antara rikaz dari luqothoh.
Status luqothoh adalah tetap milik pemilik yang sebenarnya dan asalnya
bukan milik penemunya. Barang temuan semacam ini diumumkan selama satu
tahun. Jika ada pemiliknya maka diserahkan, sedangkan jika tidak maka
boleh diambil oleh orang yang memungutnya.
Semoga bermanfaat, semoga Allah senantiasa memberikan kita keistiqomahan dalam menuntut ilmu, beramal sholih dan berdakwah"
@ Ummul Hamam, selepas shalat Shubuh di hari Jum’at penuh barokah, 4 Rajab 1433 H
Sumber Artikel: www.rumaysho.com
Demikian artikel tentang Hukum zakat harta karun dan barang tambang ini, semoga mendapat jawaban atas pertanyaan terkait artikel ini. Jika Hendak membayar zakat, silahkan pergi ke halaman pembayaran zakat di metu atas, terimakasih.
[1] Lihat bahasan Shahih Fiqh Sunnah, 2: 58.
[2] HR. Bukhari no. 1499 dan Muslim no. 1710.
[3] HR. Bukhari no. 1499 dan Muslim no. 1710.
[4] Lihat Al Wajiz Al Muqorin, hal. 71.
[5] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2: 58-60.
[6]
HR. Abu Daud no. 1710, Syafi’i dalam musnadnya 673, Ahmad 2: 207, Al
Baihaqi 4: 155. Syaikh Abu Malik mengatakan bahwa sanad hadits ini
hasan.
[7] HR. Bukhari no. 1499 dan Muslim no. 1710.
[8] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2: 60 dan Al Wajiz Al Muqorin, hal. 72.
[9] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2: 60-61.
[10] Al Majmu’, 6: 77.
[11] Lihat Fiqh Sunnah, 1: 343.
Tidak ada komentar